Pages

Sekelumit sejarah dibalik keindahan Cikasur

Sekelumit sejarah dibalik keindahan Cikasur

Gunung-gunung di Indonesia memang mempunyai tempat-tempat favorit tersendiri bagi para pendaki yang mengunjunginya. Tempat-tempat tersebut bisa berupa padang sabana, danau, sungai, dan lainnya. Sebut saja Alun-alun Suryakencana di Gunung Gede, Ranu Kumbolo di Semeru, Pasar Bubrah di Merapi, Lembah Kidang di Arjuno, dan masih banyak lagi.
Saat berkesempatan mengunjungi Gunung Argopuro, tempat favorit saya dan juga banyak pendaki lainnya adalah alun-alun Cikasur. Cikasur menjadi ikon Gunung Argopuro selain Danau Taman Hidup dan kisah Dewi Rengganis.

Cikasur merupakan padang sabana yang sangat luas. Terdapat sungai jernih yang mengalir di sini. Di pinggiran sungai juga terdapat tanaman selada air yang bisa dimasak. Populasi hewan di sini juga cukup banyak. Bila beruntung, kamu akan melihat kumpulan burung merak terbang dari satu pohon ke pohon lain.

"Tempat terbaik waktu naik Argopuro ya Cikasur. Makanya aku sempat-sempatin menginap dua malam di sini," tutur Bram, salah seorang pendaki asal Malang.

Malam di Cikasur merupakan malam yang sangat menakjubkan. Bak observatorium pribadi yang sangat luas, kita bisa melihat megahnya gugusan bintang.

Di waktu pagi, kamu bisa melihat indahnya matahari terbit dari ufuk timur. Kabut tipis turun di hamparan padang sabana. Embun dingin menempel di setiap titik ilalang menjadikan pemandangan bak surga.

Sejarah kelam Cikasur



Era pra kemerdekaan, Cikasur merupakan lapangan terbang yang digunakan oleh pemerintah kolonial Belanda. Sejarah kelam menyelimuti lapangan terbang yang pasca kemerdekaan sudah tidak difungsikan lagi.

Menurut kabar yang beredar, lapangan terbang Cikasur dibangun oleh warga pribumi di bawah kendali Belanda. Para penduduk dijanjikan upah layak ketika lapangan terbang tersebut rampung. Namun, bukannya upah yang diterima, mereka semua dibunuh agar rahasia keberadaan lapangan terbang Cikasur tak diketahui pihak lain.

Sisa-sisa keberadaan lapangan terbang ini bisa dilihat dengan adanya bekas bangunan pemancar yang sudah roboh dan garis landasan pesawat yang sekarang sudah tertutup rimbunnya ilalang. Sejauh mata memandang, kita bisa melihat hamparan luas padang sabana lengkap dengan adanya beberapa pohon pinus di tengahnya.


Pemujaan Hindu-Budha

Seperti yang gue kutip artikel dari Kompasmuda.com, menurut sejarawan dari Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono, pada awal abad IX seorang peneliti Inggris, HG Quaritch Wales, mengadakan penelitian tentang pemujaan terhadap dewa-dewa di tanah Jawa dan mengumpulkannya di dalam sebuah buku yang berjudul Mountain of God.

Jalur lapangan terbang sendiri dibuat awalnya bertujuan untuk memudahkan Wales melakukan riset. Dalam buku itu dijelaskan, Wales tak sendirian, tetapi disertai oleh ahli biologi dan ahli botani yang juga melakukan penelitian. Dalam penelitian, mereka juga menemukan banyak spesies hewan dilindungi di area Argopuro.

Namun, soal dua garis sejajar atau bekas jalur lapangan terbang tersebut sebelumnya sudah ada pada saat tradisi Hindu Buddha. ”Kemungkinan itu bekas jalan berbatu untuk jalur pemujaan, sehingga saat Wales dan tim membuat landasan terbang, ia tinggal mengikuti bekas jalur tadi.

Baca juga dong:



Lihat foto-foto perjalanan saya lainnya di sini

Tuan Kembara

Lebih baik jadi burung kecil yang terbang bebas daripada jadi raja yang tertawan. Tertarik di bidang dokumentasi, musik, historia dan humaniora.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar